Rabu, 16 Juli 2014

Dari Penjara Abepura


Karton Bimoli bekas menjadi alas dari dasar semen kasar dan kotor itu. Di atasnya, lelaki muda ini duduk bersila. Di atas potongan karton, sehelai kertas kusam menadah coretan dari pena yang digerakan lelaki itu. Kata demi kata terangkai.

Setelah tangannya berhenti menari, lelaki itu diam. Tidak bergerak. Mata masih tetap menatap kertas. Dia diam membaca, mencerna kata demi kata, takut salah tulis. Beberapa kata dan kalimat dia coret. Kata dan kalimat lainnya ditambahi. Dia kemudian tersenyum. ... senyum indah yang terlihat dipaksakan: senyum pedih.

***

Adik Fransiska,

Maaf, lama tidak beri kabar. Sudah sejak 2 tahun yang lalu kita tak bersua. Kaka rindu pada adik selalu.

Adik, kabarmu bagimana? Semoga damai dari Bapa serta adik. Setelah 2 tahun tunggu, terima kasih ee, adik su kirim surat ke kaka.

Adik, penjara ini seperti neraka. Kaka diperlakukan tidak manusiawi, bagai seorang pendosa berat; barangkali pembunuh ribuan orang, atau pemerkosa ratusan wanita, atau seperti aktor genosida yang diperlakukan sadis oleh para iblis pimpinan Lucifer di pelataran api neraka, begitu hukumanku di tempat ini. Mungkin hukuman bagiku di penjara ini sama seperti yang dijatuhkan kepada Bennito Musolini bila dia tidak membunuh diri karena takut menerima hukuman yang telah dia sadari teramat berat usai perang dunia II.

Adik, Kaka juga, bila mungkin saat itu, akan memilih sama seperti Musolini, membunuh diri, daripada hidup di neraka ini. Tapi ini semua kehendak Tuhan, biarlah kehendak-Nya yang selalu terjadi.

Akh, adik, kaka tidak bermaksud mengeluh pada adik. Bukan berarti juga, dengan surat ini, kaka minta adik datang jenguk kaka di penjara, walau itu kaka ingin juga. Tapi, adik... jujur saja, akhir-akhir ini, kaka butuh ko jenguk kaka, barangkali sekali saja, itu su cukup. Su 2 tahun kaka tra ketemu adik ni.

Siska, kaka harus jujur pada adik. Di suratmu padaku seminggu yang lalu, ko su bilang ke kaka, kalau ko su temukan seseorang. Dia, menurutmu, lebih perhatian, romantis, lebih mencintaimu daripada kaka. Kaka harus bilang pada adik Siska saat ini, bahwa kaka sangat tidak tersinggung dengan keputusan adik.

Jadi, adik Siska, tidak perlu minta maaf soal itu sama kaka di surat.

Adik, kalau ko izinkan kaka untuk jujur, sa ingin bilang kepada adik Siska bahwa kaka ini paling sayang sama adik Siska.

Ketika adik Siska bilang di surat, kaka tidak perhatian, tidak cinta, tidak peduli, seperti perhatian, cinta dan kepedulian Frengky, pacarnya adik saat ini, itu mungkin benar. Tapi boleh to, kalo kaka bicara sedikit?

Adik Siska, waktu itu kaka bilang, jangan adik Siska telepon kaka banyak-banyak. Itu bukan karena kaka tidak sayang adik Siska, atau tidak perhatian sama adik Siska. Itu supaya adik bisa mandiri, tidak terikat sama kaka secara mental, sehingga kalau kaka dorang su dapat kondisi seperti saat ini, adik su bisa mandiri, bisa hidup tanpa terbebani pikiran tentang kaka di penjara, tidak kecewa atau larut dalam kesedihan yang mendalam karena kaka.

Kaka ingin jelaskan lagi soal mengapa kaka larang ko kunjungi kaka waktu itu ke kota studinya kaka. Adik juga tahu, kalo kita su dekat, jalan sama-sama, emosional kita akan padu. Ini bahaya. Di saat-saat seperti ini, adik yang akan paling menderita. Padahal, adik harus menanggung biaya pendidikan adik-adikmu yang 6 orang itu, ringani beban bapamu. Itu artinya, adik harus tetap belajar. Dan kaka pikir, kita memang harus tetap jaga jarak, tidak ada ikatan emosional yang lebih dekat.

Adik Siska, waktu adik bilang rindu, dan bilang kaka datang liburan ke adik dorang pu tempat kuliah, kaka juga su pikir itu. Adik, kalo ko mau tahu, kaka su pikir itu, rindu adik, sebelum adik bilang begitu. Tapi itu tidak baik terjadi.

Adik bilang bantu kerjakan tugas, buat ini dan itu, pekerjaan-pekerjaan yang mestinya dapat diselesaikan sendiri. Kaka tahu, adik Siska butuh perhatian. Tapi kaka sadar, bila kebutuhan perhatianmu dibuahi, secara mental dan emosional, adik akan terikat dengan kaka. Adik akan menjadi tidak mandiri dan manja. Itu kurang baik, terutama bila kaka dalam situasi seperti sekarang ini.

Adik Siska,

Dalam surat, adik bilang, Frengky, lelaki Melayu itu su bersama adik. Dia semoga lebih perhatian, lebih mencintai, lebih peduli, dan mampu mendampingi hidupmu dengan lebih baik dari yang saya buat untuk adik. Adik, walau soal itu memang kaka tra pantas ikut campur, kaka ingin tanya; tidak adakah lelaki Melanesia lain, selain kaka ini, yang sama baiknya dengan Frengky? Adik su tahu to, ras kita di atas tanah ini terancam.

Tapi adik, jujur, saat kaka buat surat ini, kaka pu hati hancur. Adik, ko su tahu to, sebenarnya kaka su cinta mati sama adik. Cuman mungkin kaka terlalu pikir kita pu masa depan. Tapi adik.., kalo soal adik su punya pengganti saya? Akh, adik, kaka sulit terima, tapi tetap terima kalo itu nyata, dan itu sudah wajar. Selamat.

Adik, kalo kaka tahu kita akan seperti ini, kaka bisa saja jadi lelaki seperti yang adik idamkan. Kaka bisa lebih perhatian, peduli dan mengungkapkan cinta dengan lebih romantis. Kaka bisa buat adik dekat sekali dengan kaka.

Kaka bisa setiap liburan ke adik punya tempat kuliah. Kaka bisa bawa adik pake kaka pu motor jalan-jalan keliling kota, kunjungi pantai-pantai indah di negeri kita yang dijarah dan dijajah ini, nikmati sunset, dan kunjungi puing-puing kemegahan dan kejayaan bangsa Papua yang lain.

Kaka bisa saja kirim boneka, baju batik kesukaan adik Siska, atau kado lainnya ketika adik Siska ulang tahun, 23 Januari setiap tahun. Kaka bisa saja kirim kado juga saat Natal setiap tahun.

Tapi semua tidak kaka buat, hanya agar adik tidak terbebani ketika kita hadapi saat-saat seperti ini.

Adik, saat ini kaka berani tersenyum walau sakit baca suratmu itu karena adik su mampu lupakan saya. Entah ini keberhasilanku membuatmu percaya diri dan tidak terikat dengan kaka, atau kegagalanku mempertahankanmu, kaka hanya mampu tersenyum dengan hati pedih.

Jujur, ada rasa terpukul juga saat kaka tulis surat ini. Kaka ingin adik kunjungi kaka sekali saja, setelah adik baca surat ini, dan kunjunganmu itu biar jadi yang pertama dan terakhir selama 9 tahun kaka di penjara Abepura.

Datanglah ambil foto adik yang kaka simpan dan lihat setiap waktu selama 2 tahun terakhir ini, karena setelah baca surat putusmu, kaka rasa memang fotomu mestinya ada di tangan Frengky, bukan di tangan kaka lagi.

Sekali lagi, adik Siska, surat ini kaka buat bukan sebagai alat untuk mengemis sama adik untuk datang jenguk kaka, atau mengemis cinta agar adik kembali balik sama kaka. Tidak. Kaka hanya ingin balas surat dari adik seminggu yang lalu.

Maaf kalau mengganggu adik. Kaka sarankan, kasih surat ini juga kepada sobat Frengky, lelaki paling berbahagia yang su mampu lebih dari kaka, bahagiakan adik, dampingi adik Siska punya hidup selanjutnya, agar dia juga baca suratku. Ini biar kita tiga rukun, tak ada masalah lagi nanti.

Salam dari kaka Jafeth Zeth

Penjara Abepura, 16 Desember 2013.

***

Surat itu kembali dilipat Jafeth. Setelah surat teramplop, surat itu masih kembali dipandanginya. Sekali ini, nafasnya berat dan panjang. Matanya merah, basah. Orang yang dicintainya di dunia ini sudah akan segera berlalu darinya. Sayangnya, hal ini terjadi justru ketika Jafeth membutuhkan dia untuk berada di sisinya.

Nafasnya di akhir-akhir jadi begitu kencang, tiba-tiba. Saya jadi terharu melihatnya. Dan, kini tak ada kata-kata lagi untuknya. TAMAT.

Oleh, Topilus B. Tebai.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan tinggalkan komentar anda terhadap apa yang telah anda nikmati di atas!