Sabtu, 28 Februari 2015
KM Perubahan
Cerpen karya Topilus B. Tebai
SUATU pagi yang indah di Nabire. Saat itu aku duduk membaca koran di Oyehe, di emper toko, menghadap jalan. Ketika semakin banyak orang berbondong-bondong menuju pelabuhan Samabusa, aku semakin penasaran. Semua orang; tua dan muda, lelaki dan perempuan, pelajar dan mahasiswa. Setiap orang dari mereka memakai pakaian kebanggaan.
Tampak para imam berjubah, menuju Samabusa. Para pelajar dengan seragam sekolah mereka yang merah putih itu, juga menuju ke sana. Pelajar SMP dengan seragam putih biru. Juga SMA. Para mahasiswa Uswim, Akper, dan mahasiswa Teologi di Sekolah Tinggi Teologia, semua dengan kemeja menuju Samabusa.
Para mama penjual sayur, mereka membawa serta barang dagangan mereka menuju Samabusa. Para nelayan juga. Mereka meninggalkan jala dan perahu mereka, bukan untuk mengikut Yesus seperti cerita Alkitab. Mereka menuju Samabusa.
Tamu Tengah Malam
Cerpen karya Topilus B. Tebai
Malam itu aku benar-benar tak mampu tertidur. Aku seperti gelisah menanti sesuatu, entah apa. Dan tepat pukul 24.00 pintu rumah kami diketok. Aku yang dibuat dingin karena hujan dan angin yang membabi buta di luar, yang serpihan dinginnya menusuk tulangku, kini merinding membayangkan sosok manusia di depan rumah kami.
Aku bergidik dan enggan melangkahkan kaki membuka pintu. Tetapi ketika kudengar ketukan kedua, aku bagai tersihir. Keberanian datang tiba-tiba, menghampiriku. Aku menjadi tak peduli lagi siapa gerangan orang yang mengetok pintu tengah malam begini.
Lilin
Cerpen karya Topilus B. Tebai
MALAM telah menyelimuti Yogyakarta. Sudah pukul 23.30 WIB. Aku disini masih duduk mematung di tengah tumpukan buku, semalam ini. Gelap menguasai kamarku. Aliran listrik tidak lagi membuat lampu Philips di kamarku mengusir gelap. Sudah sejak 5 menit yang lalu.
Sejujurnya, aku masih belum percaya gelap akan menguasai ruang ini begitu saja, tiba-tiba. Padahal, aku baru saja mulai duduk menghadap notebook dan menarikan jemari merangkai cerita pendek ini. Akh, semua tampak tak bersahabat. Tidak seperti dirimu, kecuali ending yang kau suguhi, yang begitu tak kunikmati, akhir pekan lalu.
Galau
Cerpen karya Topilus B. Tebai
Masih tersimpan utuh di benakku, bagaimana bergetarnya hatiku saat matamu menatapku di ujung senja, ketika jemarimu lembut menggenggam tanganku. Selembut desau angin sore ditingkah kepak kawanan camar yang riang berkejaran. Kau tahu, aku pun seriang mereka, kala itu.
Hery, saat itu aku berusaha semampuku untuk tegar di hadapanmu. Seperti batu karang kokoh di antara riak gelombang perpisahan. Kupandangi KM Labobar sebagai pengalih perhatian, dan senyumku berubah dingin untuk kapal yang akan mencurimu dariku. Telah dua tahun berlalu, dan saat-saat itu sulit kulupa.
Kau hanya ada untukku, setidaknya itu yang aku rasa di pelabuhan Hollandia. Padahal, hari-hari sebelumnya, aku hidup dengan berlinang air mata sambil pasrah dan menepuk dada. Berkali-kali kau katakan sayang padaku, sebanyak itu pula maafmu. Kau tahu, itu karena aku selalu menemukan alasan kau tak setia padaku.